Kenapa Penalti Vinicius Junior Bisa Dibatalkan? Pagi 27 Oktober 2025, setelah malam penuh kontroversi di Santiago Bernabeu, pertanyaan besar di sepak bola Spanyol adalah kenapa penalti Vinicius Junior bisa dibatalkan di El Clasico pekan kesepuluh La Liga musim 2025/2026. Real Madrid menang 2-1 atas Barcelona, tapi momen krusial di menit ke-60—saat Vinicius dilanggar di kotak penalti oleh Jules Kounde—berakhir dengan keputusan VAR yang aneh: penalti awalnya diberikan, tapi dibatalkan setelah review panjang karena “kontak minimal”. Vinicius, yang sudah sumbang assist gol Kylian Mbappe sebelumnya, terlihat frustrasi besar, berteriak ke wasit Jesus Gil Manzano sebelum diganti Xabi Alonso tak lama setelahnya. Hansi Flick dari Barca bilang lega, sementara Alonso sebut itu “keputusan aneh yang hampir rampas poin kami”. Ini bukan cuma soal satu pelanggaran; ini soroti ketidakkonsistenan VAR di laga besar, di mana satu detik bisa ubah nasib rivalitas abadi. Dengan Madrid tetap puncak klasemen selisih lima poin, pembatalan ini tinggalkan rasa getir bagi fans tuan rumah yang yakin itu hadiah sah. BERITA BASKET
Kronologi Insiden Penalti yang Penuh Ketegangan: Kenapa Penalti Vinicius Junior Bisa Dibatalkan?
Semuanya bermula di menit ke-60, saat Madrid unggul 1-1 setelah gol Fermin Lopez samakan kedudukan Barca. Vinicius, yang malam itu dribel sukses enam kali, lepas dari marking Araujo di sayap kiri dan masuk kotak penalti dengan bola di kaki. Kounde, bek Barca, coba blok tapi kakinya kait pergelangan Vinicius—kontak jelas yang bikin bintang Brasil jatuh dramatis. Wasit Gil Manzano langsung tunjuk titik putih, picu sorak Bernabeu yang bergemuruh. Vinicius bangun cepat, tatap ke arah Kounde dengan mata menyala, sementara Bellingham dan Mbappe kumpul di sekitar untuk dukung.
Tapi VAR intervensi: ruang kontrol di Madrid teliti ulang selama tiga menit, kamera slow-motion tunjukkan kontak memang ada, tapi “minimal” menurut aturan FIFA—seperti tekel yang tak cukup kuat untuk dianggap foul. Keputusan akhir: penalti dibatalkan, bola dilanjutkan dari tendangan bebas. Vinicius protes keras, dorong tangan asisten wasit dan dapat kartu kuning—reaksi yang tambah panas atmosfer, apalagi setelah insiden Pedri tarik jersey-nya sebelumnya. Kronologi ini tunjukkan betapa tipis garis keputusan di Clasico: dari sorak euforia ke kekecewaan instan, di mana VAR yang seharusnya netral malah jadi penentu narasi laga.
Alasan Teknis Pembatalan dari Sudut VAR dan Aturan: Kenapa Penalti Vinicius Junior Bisa Dibatalkan?
Pembatalan penalti Vinicius lahir dari interpretasi ketat aturan IFAB soal “kontak ilegal”. VAR, yang dipimpin Eduardo Prieto, nilai pelanggaran Kounde tak memenuhi kriteria “forceful challenge”—kontaknya cuma sentuhan ringan di pergelangan, bukan tekanan kuat yang bikin jatuh. Slow-motion tunjukkan Vinicius jatuh karena momentum sendiri, bukan dorongan eksternal, meski replay lain dari sudut berbeda seolah tunjukkan kait jelas. Ini mirip kasus musim lalu saat penalti Mbappe dibatalkan lawan Atletico karena “simulasi”, tapi kali ini lebih kontroversial karena kontak terlihat mata telanjang.
Gil Manzano, wasit berpengalaman dengan 50 laga La Liga, ikuti rekomendasi VAR tanpa on-field review—prosedur standar, tapi dikritik karena kurang transparan. Analis Spanyol seperti Guillem Balague sebut ini “kesalahan VAR ketiga musim ini untuk Madrid”, soroti inkonsistensi: penalti Barca di injury time dibatalkan karena offside, tapi ini terasa subyektif. Alasan teknisnya: sudut kamera utama tunjukkan bola sudah lepas kaki Vinicius sebelum kontak, bikin pelanggaran “tak berpengaruh”. Bagi Vinicius, yang rata-rata dapat penalti sekali per 15 laga, ini pukulan telak—ia sudah latihan tendangan khusus, tapi keputusan itu rampas kesempatan. Aturan baru IFAB 2025 tuntut “clear and obvious error”, dan VAR anggap keputusan awal wasit tak salah, meski fans Madrid yakin sebaliknya.
Dampak untuk Tim, Pemain, dan Rivalitas yang Lebih Luas
Pembatalan ini langsung ubah dinamika laga: tanpa penalti, Madrid dorong serangan alami, Bellingham cetak gol kedua di menit ke-41 dari rebound, tapi tekanan VAR bikin skuad tuan rumah gelisah—mereka hampir kebobolan di menit ke-75 dari serangan balik Yamal. Alonso bilang pasca-laga: “Itu penalti jelas, tapi kami menang tanpa itu—bukti tim kuat.” Bagi Vinicius, ini tambah frustrasi: ia diganti tak lama setelah, berjalan kesal ke terowongan, dan konfrontasi dengan Yamal pasca-laga picu keributan. Kartu kuningnya risiko suspensi jika akumulasi, ganggu jadwal Liga Champions lawan Dortmund.
Bagi Barca, ini lega sementara: Flick puji VAR sebagai “pembantu keadilan”, tapi kekalahan tetap perpanjang winless streak jadi tiga, posisi kedua klasemen terasa goyah. Rivalitas Clasico makin panas—fans Madrid tuntut boikot VAR di media sosial, tagar #VARRobMadrid trending dengan 300 ribu posting, sementara Catalan ejek sebagai “drama Vinicius lagi”. Dampak luas: RFEF umumkan review independen besok, kemungkinan denda jika VAR salah, dan ini soroti masalah teknologi di sepak bola Spanyol—musim ini sudah 12 keputusan kontroversial. Bagi Vinicius, yang hadapi rasisme berkepanjangan, ini jadi amunisi baru: ia posting foto replay dengan caption “Keadilan?”, dapat dukungan dari ribuan. Secara keseluruhan, pembatalan ini bukan akhir; ini picu diskusi soal transparansi, di mana satu keputusan bisa ganggu ambisi gelar kedua tim.
Kesimpulan
Pembatalan penalti Vinicius Junior di El Clasico lahir dari interpretasi VAR ketat soal kontak minimal: kronologi pelanggaran Kounde yang awalnya diberikan tapi dibatalkan setelah review tiga menit, campur frustrasi dan aturan IFAB yang subyektif. Dari alasan teknis seperti sudut kamera hingga dampak emosional bagi Vinicius dan skuad Madrid, ini tunjukkan betapa rapuhnya keputusan di laga besar—Madrid menang 2-1 tanpa penalti itu, tapi rasa keadilan pudar. Flick lega, Alonso kesal, tapi yang pasti, momen ini tambah bara rivalitas yang tak pernah padam. La Liga 2025/2026 masih panjang, dengan review RFEF yang bisa ubah narasi, tapi untuk Vinicius, ini pelajaran pahit: di sepak bola, keadilan sering datang lambat, tapi passion tetap jadi senjata utama. Fans kedua kubu tunggu Clasico kedua—di sana, penalti takkan lagi jadi mimpi buruk.
